PEMBUATAN SEMEN DARI BAHAN BAKU CANGKANG KERANG DARAH(ANDARA GRANDIS)
BAB
I
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi
infrastruktur memegang peranan penting dalam pembangunan yang berlangsung
dengan sangat pesat. Seiring dengan isu global warming dan penerapan
konsep pembangunan hijau, dalam bidang rekayasa material terus diupayakan
berbagai inovasi ramah lingkungan untuk menciptakan penelitian dalam bidang
bahan bangunan terutama untuk komponen struktur. Semen portland (portland
cement) merupakan salah satu material komponen struktur yang paling populer
dan merupakan kebutuhan yang paling besar di bidang konstruksi, sehingga
penggunaannya sebagai bahan yang berkelanjutan menjadi tujuan penting pada saat
ini.
Keberadaan
kegiatan produksi semen pada suatu daerah selain memberikan banyak manfaat
terutama di bidang konstruksi, juga menjadi ancaman ekologis yang serius. Hal
ini dapat dilihat mulai dari proses pengambilan bahan baku (eksplorasi
terus-menerus), proses produksi serta dampak polusi yang ditimbulkan. Batu
kapur sebagai bahan baku pembuatan semen portland merupakan sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui dan jika pengambilannya dilakukan secara
terus-menerus maka keberadaan bahan baku tersebut akan habis. Selain itu dampak
yang terjadi adalah terus meningkatnya pemanasan global. Menurut International
Energy Authority: World Energy Outlook, produksi semen portland adalah
penyumbang karbon dioksida sebesar tujuh persen dari keseluruhan karbon
dioksida yang dihasilkan oleh berbagai sumber, hal ini terjadi karena dari satu
ton semen portland yang diproduksi menghasilkan satu ton karbon dioksida. Oleh
karena itu, perlu dipikirkan dan dikaji bahan baku alternatif agar produksi
semen di masa mendatang masih tetap ada dan proses produksinya lebih ramah
lingkungan.
Ekosemen adalah salah
satu jenis produk semen yang hampir sama dengan semen portland dan karena bahan
bakunya menggunakan bahan berbasis limbah serta ramah lingkungan maka disebut
ekosemen. Beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan baku
batu kapur yang berbasis limbah dan ramah lingkungan antara lain : abu terbang
batu bara (fly ash), abu hasil kalsinasi sampah dan abu sisa pengolahan
kayu (Susanti, 2009). Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa limbah
makanan laut seperti kulit udang (chitosan) dan kulit kerang dapat
dijadikan sebagai pengganti batu kapur.
Kerang laut (Anadara
grandis) adalah salah satu dari jenis kerang yang banyak ditemukan di
perairan Indonesia. Kerang ini banyak dikonsumsi masyarakat karena banyak
mengandung protein. Jumlah kerang yang cukup berlimpah akan sebanding dengan
jumlah limbah kulitnya yang selama ini sebagian besar hanya dibuang dan
sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bahan baku pembuatan
kosmetik, dan kerajinan tradisional. Limbah kulit kerang mengandung senyawa
kimia yang bersifat pozzolan yaitu zat kapur (CaO) sebesar 66,70%,
alumina, dan senyawa silika (Siregar, 2009), sehingga dapat dijadikan sebagai
alternatif bahan baku utama atau bahan subtitusi pembuatan semen. Dengan
demikian optimalisasi pemanfaatan limbah kulit kerang ini diharapkan dapat
mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan dapat memberi nilai tambah
terhadap limbah kulit kerang tersebut. Penelitian ini akan mengkaji pemanfaatan
limbah kulit kerang sebagai bahan baku untuk pembuatan ekosemen.
BAB
II
DASAR
TEORI
2.1 Sejarah Semen
Dalam perkembangan peradaban manusia
khususnya dalam hal bangunan, tentu
kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu
raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil,
berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun
jembatan di Cina yang
menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai
di Pulau Buton
Benar atau tidak, cerita, legenda
tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen
sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan
penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu
vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya
di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.
Baru pada abad ke-18 (ada juga
sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan
kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan
memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas
pantai Cornwall, Inggris.
Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal
semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan
Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen
portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin
inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan.
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan
Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium
karbonat) dan tanah lempung yang banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina)
serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian
dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru. Selama
proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat besi. Nah,
agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak.
2.2
Pengertian Semen
Semen berasal dari
bahasa latin “caementum” yang berarti perekat. Semen adalah hydraulic
binder atau perekat hidrolik yang artinya senyawa-senyawa di dalam semen
dapat beraksi dengan air membentuk zat baru yang dapat mengikat benda-benda
padat lainnya dan membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat, serta keras
(Banerjea, 1980). Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan
campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yakni semen non-hidrolik dan semen hidrolik.
Secara prinsip, proses yang dialami
oleh bahan semen sehingga menjadi semen adalah proses fisika dan proses kimia.
Proses Fisika berupa penggilingan, baik penggilingan bahan baku, maupun
penggilingan klinker. Untuk proses kimianya adalah Pembakaran di Kiln dengan
suhu + 1450 0C.
Setiap tahapan dari pembuatan semen
tersebut dilakukan kendali mutu. Pengendalian mutu ini dilakukan secara
realtime melalui Central Control Room (CCR) dan pengujian kimia secara
langsung di Laboratorium Proses. sehingga dari proses-proses tersebut
didapatkan produk yang bermutu tinggi
Ekosemen adalah salah
satu jenis produk semen yang hampir sama dengan semen portland dan karena bahan
bakunya menggunakan bahan berbasis limbah serta ramah lingkungan maka disebut
ekosemen. Beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan baku
batu kapur yang berbasis limbah dan ramah lingkungan antara lain : abu terbang
batu bara (fly ash), abu hasil kalsinasi sampah dan abu sisa pengolahan
kayu. Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa limbah makanan laut
seperti kulit udang (chitosan) dan kulit kerang dapat dijadikan sebagai
pengganti batu kapur.
2.3 Bahan Baku Pembuatan Semen
Bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan semen
adalah, Kulit Kerang, pasir silika, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan
mentah yang digunakan untuk memproduksi semen yaitu:
-
Kulit
kerang digunakan sebanyak ± 81 %.
Kerang
darah mempunyai 2 keping cangkang yang tebal dan kedua sisi sama, cangkang
berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan
sampai coklat kehitaman, ukuran kerang dewasa 6 - 9 cm. Cangkang kerang jika
dipanas-kan pada suhu di bawah 500
tersusun atas kalsium karbonat (CaCO3) pada phase
aragonite dengan struktur kristal orthorombik. Sedangkan pada suhu di atas
500
berubah menjadi fase kalsit dengan struktur
kristal heksagonal. Banyaknya kandungan mineral kalsium sebagai pembentuk
tulang dan mineral (Cu, Fe, Zn, dan Si) yang berfungsi sebagai antioksidan
serta proksimat dari kerang darah (Anadara granosa) dapat dilihat pada
Tabel 1. Komposisi kimia serbuk cangkang kerang darah (Anadara granosa Linn.)
No.
|
Komponen
|
Kandungan
(% berat)
|
1
|
CaCO3
|
98,7
|
2
|
Na
|
0,9
|
3
|
P
|
0,02
|
4
|
Mg
|
0,05
|
5
|
Fe,
Cu, Ni, B, Zn, dan Si
|
0,2
|
Proses pembuatan CaCO3 dari kulit kerang
yaitu dengan cara pertama kulit kerang dicuci terlebih dahulu kemudian
dikeringkan (dijemur) kemudian dihaluskan atau dihancurkan pada impact crusher
sampai ukuran 25-30 mm dipanaskan pada suhu 500-700
lalu disimpan pada preblending
stockpile
-
Pasir
silika digunakan sebanyak ± 9 %
Pasir silika memiliki rumus SiO2
(silikon dioksida). Pada umumnya pasir silika terdapat bersama oksida logam
lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna pasir silikanya, semakin
berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu semakin
mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi. Pasir silika yang baik untuk
pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%
-
Tanah
liat digunakan sebanyak ± 9 %.
Rumus kimia tanah liat yang digunakan
pada produksi semen SiO2Al2O3.2H2O. Tanah liat yang baik untuk digunakan
memiliki kadar air ± 20 %, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46 %
-
Pasir
besi digunakan sebanyak ± 1%.
Pasir besi memiliki
rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya selalu tercampur dengan SiO2
dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar panas dalam
proses pembuatan terak semen. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2
± 75% – 80%.
Pada penggilingan akhir digunakan gipsum sebanyak 3-5% total pembuatan semen.
Pada penggilingan akhir digunakan gipsum sebanyak 3-5% total pembuatan semen.
-
Gypsum
Gypsum adalah salah
satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang mendominasi pada mineralnya.
Gypsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat dengan
rumus kimia CaSO4.2H2O. Gypsum adalah salah satu dari
beberapa mineral yang teruapkan. Penambahan gypsum pada pembuatan semen
berfungsi sebagai pengatur waktu pengerasan semen (setting time). Untuk
memproduksi semen OPC (Ordinary Portland Cemen), gypsum digunakan sekitar 3-5 %
dan clinker sekitar 95-87 % dan untuk memproduksi semen PPC (Portland Pozzoland
Cement) digunakan clinker sekitar 75-76%.
BAB
III
DESKRIPSI
PROSES
Adapun urutan
proses pembuatan ekosemen dari abu kerang darah (Andara Grandis)
1. Persiapan
bahan baku
2. Penggilingan
bahan baku
3. Pemanasan
awal, pembakaran, dan pendinginan
4. Penggilingan
clinker
3.1 Persiapan Bahan Baku
Bahan baku pembuatan semen terdiri dari:
-
Batu kapur (Limestone) dari abu cangkang kulit kerang(Andara Grandis)
-
Tanah liat (Siltstone)
-
Tanah Alumina (Shale)
-
Pasir besi (Iron sand)
-
Gypsum
-
Pozzoland untuk semen PPC
3.1.1
Proses
Pembuatan CaCo3 Dari Abu Cangkang Kerang (Andara
Grandis).
-
Pencucian cangkang kerang
(Andara Grandis).
-
Pengeringan cangkang
kerang (Andara Grandis).
-
Penghancuran
cangkang kerang kemudian dibakar dengan suhu 7000C,sehingga diperoleh CaCO3 dan MgO dalam bentuk abu.
3.1.2 PengambilanTanah
Liat (Siltstone) dan Tanah Alumina ( Shale )
Tanah liat (siltstone) digunakan sebagai sumber silika
(SiO2), sedangkan tanah alumina (shalestone)
sebagai sumber alumina (Al2O3). sistem penambangan tanah liat dan tanah
alumina lebih lunak. Tahap kerja yang dilakukan untuk penambangan dan
pengambilan siltstone adalah sebagai berikut:
1. Pengerukan
2. Pengangkutan
3. Penghancuran
(Crushing)
Pengerukan
dan pendorongan dilakukan oleh bulldozer
dan di masukkan ke dalam dump truck
dengan menggunakan excavator di atas
bukit, selanjutnya bahan diangkut dengan dump
truck menuju ke feed hopper untuk
dihancurkan dengan menggunakan primary
siltstone/shalestone crusher jenis roller
press Crusher untuk dihancurkan. Pada Primary
siltstone/shalestone Crusher masih berukuran besar, sehingga material perlu
dimasukkan lagi ke dalam secondary
siltstone/sahlestone crusher. Hasil penghancuran berkisar 5 - 10 mm
kemudian diangkut dengan belt conveyor
menuju stockpile tertutup agar tidak
bercampur dengan air.
3.1.3
Pengambilan Pasir Besi (iron sand)
Bahan tambahan (additive) yaitu
pasir besi (iron sand) dipakai sebagai sumber ferrit (Fe2O3),
karena umumnya ferrit sangat kurang dalam tanah liat. Pasir besi berbentuk
butiran dengan diameter rata-rata 1 mm, sehingga tidak perlu lagi dihancurkan.
Pasir besi diambil dari Lampanah, Aceh Besar yang diangkut dengan menggunakan
dump truck ke tempat penampungan (iron sand stockpile).
Gambar
3.3. Tempat Penimbunan Sementara Iron Sand
Dari tempat
penimbunan, pasir besi diangkut dengan dump truck ke feed hopper additive,
kemudian dipindahkan dengan menggunakan belt conveyor ke additive hopper.
Dibawah additive hopper terdapat weight feeder untuk mengatur berat pasir besi
yang diumpankan bersama limestone dan siltstone dengan perbandingan tertentu ke
unit raw mill.
3.1.4
Gypsum
Gypsum
adalah salah satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang mendominasi pada
mineralnya. Gypsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium
sulfat dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Gypsum adalah salah
satu dari beberapa mineral yang teruapkan. Penambahan gypsum pada pembuatan
semen berfungsi sebagai pengatur waktu pengerasan semen (setting time). Untuk
memproduksi semen OPC (Ordinary Portland Cemen), gypsum digunakan sekitar 3-5 %
dan clinker sekitar 95-87 % dan untuk memproduksi semen PPC (Portland Pozzoland
Cement) digunakan clinker sekitar 75-76%.
3.1.5 Pozzolan
Pozzolan dapat
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok sesuai dengan sumbernya yaitu, pozzolan
alam (natural pozzalanas) dan pozzalan buatan (artificial pozzolanas). Pozzolan
alam merupakan hasil proses vulkanisasi gunung berapi yang terbentuk dari
campuran senyawa oksida silika dan alumina dimana partikel-partikelnya
berbentuk Kristal dan glassy, misalnya abu vulkanis dan tanah diatome.
Sedangkan pozzolan buatan umumnya diperoleh dari hasil sisa pembakaran batu
bara dan dapat juga diperoleh dari proses pembakaran batuan-batuan silika atau
alumina. Secara kimia, pozzolan alam dan pozzolan buatan adalah
relatif sama dimana kandungan utamanya juga oksida silika dan alumina.Pada pembuatan ekosemen pozzolan
alam digunakan karena bahan bakunya mudah diperoleh serta biayanya lebih
murah.
3.2 Penggilingan Bahan Baku ( Unit
Raw Mill )
Peralatan utama untuk penghalusan
bahan baku (raw material) adalah raw mill. Raw mill yang di gunakan pada ekosemen adalah jenis tube/horizontal
mill. Raw mill merupakan selinder
baja tertutup yang diputar oleh motor induksi dengan kecepatan 14,5 rpm dengan
power motor 2.500 kW per motor dengan kapasitas
240 ton/jam. Raw mill memiliki
diameter dalam shell 4,88 meter dan panjang shell 15,39 m, yang terdiri dari 3
ruang pengering (dryng chamber),
ruang pengggiling I (grinding chamber I),
dan ruang penggiling II (grinding chamber
II).Perbandingan ketiga bahan baku tersebut adalah 72% limestone, 18% siltstone, 6% shale dan 4% iron sand yang langsung diatur dari central control
room ( CCR ).
Bahan
baku (cangkang kerang andara grandis,
siltstone, dan shale) dimasukkan ke dalam hopper yang dilengkapi weight feeder. Kedua material dikirim
dengan belt conveyor ke raw mill, sedangkan pasir besi
ditambahkan melalui hopper setelah
melewati weight feeder dan langsung
jatuh ke belt conveyor yang telah
berisi kedua material diatas.
Material
yang masuk ke raw mill dikeringkan
pada chamber I (dryng chamber) dengan menggunakan panas dari cyclone preheater pada temperatur 300 - 400°C,
yang dialirkan dengan menggunakan fan.
Setelah pengeringan maka kadar air
material dalam dryng chamber mencapai
2-5%. Material dari dryng chamber
masuk ke dalam grinding chamber I
yang berisi bola-bola mill berdiameter
90 mm, 80 mm, 70 mm, 60 mm dan 50 mm
dengan beratnya berturut – turut adalah 30 ton, 30 ton, 26 ton, 22 ton dan 16
ton dengan berat totalnya 124 ton, karena adanya perputaran dari raw mill, menyebabkan grinding media (ball mill) menumbuk material hingga halus. Setelah halus pada grinding chamber I maka material akan
masuk pada grinding chamber II, di
dalam grinding chamber II terdapat
bola-bola mill yang berukuran 50 mm, 40 mm, 30 mm dan 25 mm, dengan berat bola
mill berturut-turut yaitu 25 ton, 50 ton, 46 ton, dan 34 ton dengan berat total
155 ton.
Material yang telah digiling masuk
ke dalam grit separator, disini
material akan dipisahkan antara yang kasar dan yang halus, sebagian material
yang menjadi debu akan terkumpul di cyclone
dust collector dengan bantuan fan.
Material lain keluar melalui central discharge
masuk ke bucket elevator dengan bantuan air
slide. Dengan menggunakan bucket
elevator material dimasukkan ke dalam cyclone
separator. Pada cyclone separator
ini material dipisahkan dengan menggunakan sistem centrifugal, akibat putaran
itu material – material yang halus dan
kasar terpisah menjadi dua bagian, material yang halus masuk ke kiri dan kanan cyclone sedangkan material yang kasar
jatuh ke bawah di tengah-tengah cyclone
dan dimasukkan kembali ke dalam drying
chamber, grinding chamber I, dan grinding chamber II untuk dihaluskan.
Material yang halus pada grinding
chamber II dihisap dengan ke grit
separator, disini dipisahkan lagi antara material yang kasar dengan debu
(halus), material yang telah menjadi debu akan terkumpul di cylone dust collector dengan bantuan fan, sedangkan material yang kasar
dengan bantuan air slide menuju bucket elevator dan dimasukkan ke dalam cyclone separator. Selanjutnya material
yang halus (debu) yang berasal dari cylone
dust collector dan dari cyclone separator
dengan bantuan air slide di
salurkan ke dalam dua buah screw pump,
dan dengan bantuan air compressor
dimasukkan ke dalam blending silo
yang berjumlah 2 buah dengan kapasitas masing-masing 1.800 ton.
Di dalam blending silo material (raw
meal) diaduk hingga homogen. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan udara
yang berasal dari tiga buah compressor
di bawah blending silo. Proses
pengadukan dilakukan selama tiga jam, pada satu jam pertama dilakukan
penghembusan udara dari ketiga compressor
secara bergantian masing-masing penghembusan selama 15 menit, kemudian pada dua
jam terakhir digunakan seluruh compressor
secara bersamaan Dengan
menggunakan bucket elevator material
dimasukkan kedalam cyclone separator. Cyclone
separator terdiri dari satu buah cyclone besar dan delapan buah cylone kecil
yang terdapat di sekeliling cyclone besar. Pada cyclone separator ini, material dipisahkan dengan memakai system sentrifugasi. Akibat
putaran tersebut, material–material yang halus dan kasar terpisah menjadi dua
bagian. Material yang halus masuk ke kiri dan ke kanan cyclone, sedangkan material yang kasar jatuh ke bawah di
tengah–tengah cyclone dan dimasukkan
kembali ke grinding chamber I
sebanyak ± 35% dan selebihnya lagi ke grinding chamber II untuk dihaluskan kembali
menggunakan bola–bola mill yang berdiameter 50 mm, 40 mm, 30 mm dan 25 mm dengan berat total 155 ton.
Gambar 3.4. Raw
Mill
Sistem ini disebut
dengan sistem tertutup (closed circuit
syste) atau recycle system. Material halus yang
berasal dari cyclone separator sebagian masuk ke tempat pengambilan sampel
(sample to laboratorium). Selanjutnya material halus yang berasal dari cyclone dust collector dan dari cyclone separator dengan menggunakan air slide disalurkan ke dalam dua buah screw pump, dan dengan menggunakan bucket elevator dimasukkan
ke dalam blending silo yang berjumlah
dua buah dengan kapasitas masing–masing 1800 ton.Didalam blending silo ini, material (raw
meal) diaduk hingga homogen. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan udara
yang dihasilkan dari tiga buah compressor
dibawah blending silo.
Proses pengadukan dilakukan selama lima jam, pada satu jam pertama dilakukan penghembusan udara dari keempat compressor secara bergantian, masing–masing 15 menit, kemudian pada empat jam terakhir digunakan tiga compressor secara bersamaan. Sebelum material dimasukkan ke dalam storage silo, terlebih dahulu di analisa kadar LSF (limestone factor) atau kadar kejenuhan kapur, SR (silica Ratio), dan AR (alumina Ratio), kadar LSF ditetapkan berkisar 100-101 dengan menggunakan persamaan:
Proses pengadukan dilakukan selama lima jam, pada satu jam pertama dilakukan penghembusan udara dari keempat compressor secara bergantian, masing–masing 15 menit, kemudian pada empat jam terakhir digunakan tiga compressor secara bersamaan. Sebelum material dimasukkan ke dalam storage silo, terlebih dahulu di analisa kadar LSF (limestone factor) atau kadar kejenuhan kapur, SR (silica Ratio), dan AR (alumina Ratio), kadar LSF ditetapkan berkisar 100-101 dengan menggunakan persamaan:
LSF
=
Kadar silica ratio (SR) ditetapkan berkisar 2,3-2,5% dengan menggunakan
persamaan:
SR =
Kadar alumina ratio (AR) ditetapkan berkisar 1,6 – 2% dengan menggunakan
persamaan:
AR
=
Rasio ini digunakan untuk mengontrol
ratio C2A/C4AF di dalam clinker. Setting time dan panas hidrasi semen tergantung pada nilai
ratio ini.
Debu halus yang tidak dapat
ditangkap oleh cyclone dust collector
akan ditarik oleh bantuan udara dengan menggunakan fan menuju bag filter.
Sedangkan sebagian gas (udara) panas yang berasal dari preheater dialirkan air
cooling conditional tower. Di dalam menara tersebut dilakukan penyemprotan
air sehingga debu yang terikut dengan gas panas akan terperangkap dan jatuh ke
bawah, sedangkan gas (udara) panas turun suhunya sekitar 160 °C.
Debu yang masih lolos bersama gas (udara) dialirkan ke bag filter. Bag filter
bekerja pada suhu lebih kecil dari 120°C. udara yang masuk
kedalam bag filter akan disaring
dengan menggunakan cloth yang
kemudian gas (udara) bersih tersebut akan dibuang ke atmosfer. Debu yang
berasal dari air conditional cooling
tower dan bag filter dengan
menggunakan screw conveyor dialirkan
ke hopper lalu dengan bantuan screw pump di masukkan ke blending silo dan sebagian lagi
diumpankan ke weight feeder hopper (kiln feed).
3.2 Proses
Pemanasan, Pembakaran Dan Pendinginan ( Kiln )
Pada
unit Kiln, proses pembuatan semen dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1.
Proses Pemanasan awal (Preheater)
2.
Proses pembakaran (kiln)
3.
Proses Pendinginan (Cooling)
Ketiga
tahap proses tersebut merupakan unit terpenting dalam proses pembuatan semen,
karena pada unit akan terjadi reaksi senyawa-senyawa pembentuk clinker.
3.2.1
Proses
pemanasan awal (preheater)
Preheater berguna untuk pemanasan awal raw meal
sehingga pemanasan selanjutnya dalam kiln lebih mudah. Preheater adalah tempat
terjadinya pertukaran gpanas antara material dengan gas panas pad kiln. Dari
perjalanan material dari atas ke bawah melalui susunan preheater, material
menyerap panas dari gas datangnya dari bawah yaitu dari kiln (process counter
current), karena menyerap panas maka sebagian material akan terurai dan
menguap, diantaranya akan melepaskan H2O dan CO2. Material yang berasal dari storage silo diumpankan ke kiln feed hopper, setelah melalui weight feeder dengan bantuan air lift dan screw conveyor, material masuk ke suspension preheater. Preheater
terdiri dari 4 stage preheater yang
diataur secara vertical. Pada stage I terdapat dua pasang preheater I, sedangkan pada stage ke II dan III terdapat
masing-masing sepasang preheater II,
sepasang preheater III dan sepasang preheater IV serta sebuah dual decarbonation furnace (DDF). Pada
setiap stage dipasang preheater ganda
agar pengaturan jumlah material yang masuk ke preheater lebih mudah dan pemisahan material pada setiap stage
lebih baik.
Material yang berupa raw meal bersama gas panas masuk ke preheater I akibat gaya dorong dari udara panas dan gaya berat
material yang masuk melalui bagian samping preheater
maka material akan membentuk spiral
(pusingan), dan terjadi pemisahan antara gas panas dan material. Gas panas yang
keluar dari preheater I bertemperatur
sekitar 300 - 400°C, sebagian dialirkan ke raw mill, coal mill dan sebagian lagi dialirkan ke cooling tower.
Selanjutnya material yang keluar dari preheater I langsung masuk ke gas duct preheater III pada temperatur
sekitar 720°C
- 780°C
dan dialirkan ke preheater II. Dari preheater II material masuk gas duct cyclone IV bersama dengan gas
panas yang bertemperatur sekitar 800°C - 875°C
menuju preheater III, gas panas yang
keluar melalui gas duct preheater III
terus menuju ke preheater II kemudian
ke Preheater I sedangkan material
yang melalui bagian cyclone III masuk
ke dual decarbonation furnace pada
temperatur sekitar 950°C - 1000°C.
Pada preheater
I yang bertemperatur sekitar 300 - 400°C terjadi
pelepasan air sampai mencapai kadar air di dalam material berjumlah 0,3%. Pada cyclone II yang bertemperatur 600-630°C
terjadi kalsinasi sekitar 15%. Pada cyclone
III yang bertemperatur 780-805°C terjadi kalsinasi sekitar 24-25%, dan
pada cyclone IV yang bertemperatur
865-880°C
terjadi kalsinasi 87-88%, sedangkan kalsinasi sempurna akan 100% akan terjadi
di dalam rotary kiln.
Gambar
3.5 Preheater (tampak depan dan tampak belakang)
Kalsinasi
merupakan reaksi pelepasan CO2 dari bahan melalui reaksi.
CaCO3 CaO + CO2 ……………………
(Reaksi 3.1)
MgCO3 MgO + CO2 …………………… (Reaksi 3.2)
K2CO3 K2O + CO2 ………………….... (Reaksi 3.3)
Na2CO3 Na2O + CO2 …………………… (Reaksi 3.4)
3.2.2
Proses
Pembakaran (kiln)
Material yang telah
mengalami kalsinasi sebesar 80-90% masuk ke
dalam
rotary kiln secara perlahan-lahan
untuk untuk dilakukan pembakaran sehingga menyempurnakan reaksi kalsinasi dan
pembentukan clinker. Pembakaran
material di dalam rotary kiln sampai
mencapar temperatur 1450°C.
Rotary kiln merupakan slinder bundar
dengan diameter 4,4 m dengan panjang 68 m. diletakkan pada bidang horizontal
dengan kemiringan 5 °
dan kecepatan putaran maksimum 3 rpm. Rotary
kiln dilapisi dengan batu tahan api (fire
brick) yang ketebalannya 0,2 m dan berfungsi untuk menjaga ketahanan film
shell dan mengurangi kehilangan panas selama terjadinya pembakaran.
Gambar 3.6 Unit Kiln
Batu tahan api ini terdiri dari
berbagai jenis yang letaknya tergantung pada temperatur, kondisi kimia, dan
sifat – sifat fisik bahan yang melalui dinding bagian dalam kiln. Secara garis besar, proses
pembakaran di dalam kiln terdiri dari tiga derah zone, yaitu:
1.
Daerah kalsinasi (calsinacing zone 820 - 900°C)
Kalsinasi akan sempurna di dalam
kiln dengan naiknya suhu sehingga dapat menguraikan CO2.
2.
Daerah pembentukan clinker (Sintering Zone 900 - 1400°C)
Pada
daerah ini terjadi pembentukan senyawa- senyawa: C2S, C3S,
C4AF dan C3A.
3.
Daerah pendinginan (cooling zone 1400-110°C)
Daerah
pendinginan terletak di ujung keluar material kiln. Di daerah ini material
mengalami pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder dari cooler yang
masuk ke kiln.
Reaksi yang
terjadi pada proses pembentukan clinker
di dalam rotary kiln sebagai berikut:
1.
Kalsinasi dari CaCO3 dan MgCO3
atau pelepasan carbon dioxide (CO2)
dari bahan baku yang terjadi pada temperatur 450 - 900°C
CaCO3 CaO + CO2
MgCO3 MgO + CO2
2.
Pembentukan dicalsium silicate (C2S) yang terjadi pada temperatur
900-1400°C
2CaO
+SiO2 2CaO.SiO2
Reaksi
berlangsung sampai SiO2 habis
3. Pembentukan
tricalsium aluminat (C3A)
dan tetracalsium aluminate ferrite (C4AF)
yang terjadi pada temperatur 1100 - 1338°C.
-
Pembentukan C3A
3CaO + Al2O3 3CaO. Al2O3
-
Pembentukan C4AF
4CaO + Al2O3 + FeCO3 4CaO.Al2O3.Fe2O3
4.
Pembentukan tricalsium silicate (C3S) dan pengurangan kadar calcium monoksida (CaO) bebas yang
terjadi pada temperatur 1420 - 1450°C.
Reaksinya yaitu:
2CaO.SiO2
+ CaO + SiO2 3CaO.SiO2
Bahan
bakar yang digunakan untuk proses pembakaran dalam kiln dan calciner (dual decarbonation Furnace (DDF)) adalah
batu bara (coal) dan minyak solar (diesel oil). Minyak solar digunakan pada
saat pembakaran awal dan untuk selanjutnya digunakan bahan bakar batu bara,
bahan bakar batu bara sebelum dimasukkan ke DDF dan kiln terlebih dahulu digiling di dalam coal mill.
Kebutuhan
oksigen untuk pembakaran minyak dan batu bara ini berasal dari primary air fan dan cooling fan, batu bara di giling di dalam coal mill sampai pada kehalusan tertentu. Batu bara ini dikeringkan
dengan udara panas sisa pembakaran dari
kiln yang dialirkan pada preheater
dengan temperatur 400°C. pada aliran udara panas terdapat
aliran udara masuk dan aliran udara keluar serta aliran udara recycle. Hal ini bertujuan menjaga
temperatur udara panas yang masuk ke coal
mill.
3.1.3
Proses
Pendinginan ( cooler )
Setelah
mengalami pembakaran dalam kiln, material yang berbentuk lahar panas masuk ke grate cooler dan didinginkan secara
tiba- tiba dengan menggunakan udara pendingin yang dihembuskan dari enam buah fan. Akhirnya material akan berbentuk
bulatan–bulatan keras yang disebut terak ( clinker ). Udara hasil pendinginan
clinker dipisahkan ke dalam tiga bagian yaitu:
·
Ke kiln
untuk pembakaran bahan bakar yang disebut dengan secondary air duck.
·
Dialirkan melalui tertier air duck menuju preheater. Dari preheater udara panas dilewatkan ke raw mill untuk pengeringan bahan baku. Serta ke cooling tower. Dibuang
ke atmosfer melalui cerobong asap (
chimney ), setelah disaring dengan
bag filter sebanyak delapan set
( enam belas buah ).
Tujuan
dilakukan pendinginan adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan pada perlatan
angkut akibat tingginya temperatur. Setelah mengalami pendinginan, clinker yang berukuran besar dihancurkan
dengan menggunakan breaker (hammer chrusher). Clinker yang telah hancur diangkut dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator di masukkan ke clinker
silo yang berkapasitas 30.000 ton.
Pada
kondisi operasi tertentu rotary kiln
yang tidak normal akan mengakibatkan clinker
kurang sempurna dalam pembakaran sehingga menghasilkan clinker dalam kualitas rendah, dan ini harus dipisahkan dari clinker yang berkualitas baik. Clinker yang berkualitas baik
ditempatkan dalam clinker silo,
sedangkan clinker yang berkualitas
rendah ditempatkan dalam low burn silo
yang berkapasitas 2000 ton, cinker ini
nantinya digunakan sebagai campuran dengan
clinker yang berkualitas baik. Selanjutnya clinker diangkut dengan
menggunakan belt conveyor ke unit
pengggilingan cement mill.
Sisa
udara hasil dari pendinginan clinker
ada yang dimanfaatkan untuk pemanasan pada preheater
dan sebagian lagi udaranya mengandung debu. Udara tersebut disaring dengan
menggunakan bag filter dan udara
bersih dilepaskan ke udara dengan menggunakan cerobong asap. Debu- ebu yang
terperangkap di bag filter dengan
menggunakan chain conveyor dan bucket elevator dimasukkan ke dalam clinker silo.
3.4 Proses
Penggilingan Clinker ( Unit Cement Mill ).
Proses akhir
pembuatan semen adalah penggilingan clinker yang dicampur dengan gypsum.
Clinker yang berasal dari clinker silo diangkut dengan belt conveyor untuk
diumpankan ke unit cement mill. Cement mill
berjumlah dua buah yang bekerja dengan system tertutup (close circuit
recile).
Cement mill merupakan
silinder baja tertutup dengan panjang shale 12.53 m, yang masing–masing diputar
oleh satu motor induksi dengan kecepatan 16.4 rpm. Power motor induksi yang
dihasilkan cement mill adalah 3000 kW per motor. Cement mill mempunyai dua
ruangan, tetapi tidak mempunyai ruang pengering (drying chamber), dan di
lengkapi roller press untuk membantu penggilingan.
Gambar 3.7. Unit Cement Mill
Roller
press berfungsi untuk menghancurkan clinker sehingga ukurannya menjadi 2-5 mm. hal ini dilakukan untuk
membuat cement mill tidak bekerja
terlalu keras dalam proses penggilingan clinker.
Clinker
yang berasal dari roller crusher yang
berasal dari clinker silo diangkut
dengan chain conveyor diumpankan ke
unit cement mill. Unit ini mempunyai
dua buah cement mill yaitu cement mill I dan cement mill II. Cement mill
merupakan slinder baja dengan panjang shell 13,65 m yang masing-masinng diputar
oleh motor induksi dengan kecepatan 16,4 rpm. Power motor induksi yang
dihasilkan cement mill yaitu 2900 kw
per motor. di dalam cement mill memliki 2 ruang yang diisi dengan bola
masing-masing dengan ukuran yang berbeda, ruang pertama diisi dengan dengan
ball mill 70 -90 mm sebanyak 54 ton dan 40-60 mm dengan berat sebanyak 52 ton
bertujuan untuk penggilingan kasar sedangkan ruang ke I diisi dengan ball mill yang berdiameter 20-30 mm
sebanyak 92 ton yang bertujuan untuk penggilingan halus/akhir.
Clinker,
pozzolan dan gypsum yang diangkut ke
unit cement mill ditempatkan dalam
masing-masing hopper untuk diumpankan
melalui weight feeder ke cement mill. Di dalam cement mill dibuat 2 jenis semen yaitu
OPC (Ordinary Portland Cement) dan PPC (Pozzolan
Portland Cement) adapun komposisi keduanya yaitu:
Tabel 3.1 Perbandingan Komposisi semen OPC
dan PPC
Komposisi
|
OPC
|
PPC
|
Clinker
|
96%
|
20%
|
Gypsum
|
4%
|
4%
|
Pozzolan
|
0%
|
20%
|
Pada saat penggilingan material
didalam cement mill ditambahkan suatau bahan kimia yang disebut grinding acid yang berfungsi sebagai:
1.
Meningkatkan efisiensi penggilingan,
yaitu dengan meningkatkan produk mill,
meningkatkan kehalusan (blaine),
menurunkan power comsumption, dan
biaya penggilingan.
2.
Meningkatkan work ability (flow) dari
mortar dan concentrate
3.
Meningkatkan kuat tekan semen
4.
Mengurangi biaya produksi semen, karena
penurunan biaya penggilingan dan peluang penambahan bahan pengganti klinker,
baik yang bersifat reaktif, seperti pozzoland,
blast furnace, dan fly ash maupun bahan yang tidak reaktif
seperti limestone.
Material yang halus yang telah menjadi semen
dipisahkan dengan menggunakan separator yang dibawa melalui bucket elevator, semen yang masih yang
kasar akan dikembalikan lagi ke dalam cement
mill sedangkan yang halus akan dilewatkan
melaui bag filter dan dengan
bantuan air slide dan bucket elevator cement dibawa ke
penyimpanan semen (cement silo).
3.5 Pengantongan
dan Pengapalan
Semen dari cement silo dengan bantuan chain
conveyor, bucket elevator dan air slide dibawa ke unit pengepakan (packing plant). Pengeluaran semen dari cement silo dilakukan dengan dengan cara
pengontrolan valve pada unit aerasi,
yaitu sistem pengeluaran dengan menggunakan hembusan udara yang berasal dari roots blower. Hembusan udara dilakukan
dari bawah cement silo, hal ini untuk mempermudah pengeluaran semen.
Pada packing plant, semen mula-mula dimasukkan ke distribution hopper kemudain diteruskan ke chute, chute ini mempunyai katup (valve) yang berguna untuk mengatur aliran semen masuk ke cement packer. Pengantongan semen diisi
melaui spout yang berjumlah 8 buah
yang terdapat pada cement pucker.
Jumlah semen yang memasuki kantong dapat diatur secara otomatis sesuai dengan
kebutuhan. Semen yang telah siap dikantongkan dalam kemasan 40 kg perkantong
dapat dikirim ke truck dengan
mengunakan belt conveyor.
Gambar 3.8 Mesin Packer
Untuk semen curah, semen dikirim ke
pelabuhan dengan menggunakan pneumatic
conveyor. di pelabuhan semen ditampung dalam 2 buah hopper, kemudian dengan bantuan air
slide dimasukkan ke kapal. Semen yang dipasarkan di daerah aceh dilakukan packing di lhoknga dan di lhokseumawe,
sedangkan untuk pemasaran diluar aceh dilakukan pengantongan di belawan, medan
dan batam atau negara pemakai.
BAB iV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang diperoleh, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1.
Penggunaan
abu cangkang kerang (Andara Grandis)
dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan seperti penambangan serta emisi
gas buang pada pembakaran clinker
2.
Dari sisi ekonomi penggunaan cangkang kerang
sebagai pengganti batu kapur dinilai lebih murah dan mudah diperoleh.
5.2 Saran
Untuk menjaga lingkungan dan pengurangan emisi gas buang
pada pembakaran clinker maka ada baiknya apabila bahan bakar yang digunakan
sebagai penghasil energi panas merupakan bahan bakar yang berasal dari
biomassa.Rice Husk merupakan bahan
bakar yang berasal dari biomassa,sehingga rice
husk sangat cocok digunakan sebagai
bahan tambahan untuk pembakaran clinker. Selain menghemat pengeluaran pabrik
untuk bahan bakar, rice husk memiliki
nilai ekonomis yang cukup terjangkau dan mudah didapatkan disekitar area
pabrik.
Itu penelitian siapa ya mbak?
BalasHapusiya, siapa penelitinya? mau saya cari jurnal nya
BalasHapusKetik aja mas judulnya sigoogle entar juga keluar banyak jurnalnya haha
Hapusbisa minta contact ini penelitian siapa
BalasHapusUntuk sharing bs hubungi kontak gmail saya cucuwatmelati@gmail.com
HapusBisa tunjukkan dasar konkretas ke saya? jika ini penelitian dari mbaknya :-)
BalasHapus