Selasa, 16 April 2013

pembuatan semen dari bahan baku cangkang kerang dara (andara grandis)

PEMBUATAN SEMEN DARI BAHAN BAKU CANGKANG KERANG DARAH(ANDARA GRANDIS)


BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi infrastruktur memegang peranan penting dalam pembangunan yang berlangsung dengan sangat pesat. Seiring dengan isu global warming dan penerapan konsep pembangunan hijau, dalam bidang rekayasa material terus diupayakan berbagai inovasi ramah lingkungan untuk menciptakan penelitian dalam bidang bahan bangunan terutama untuk komponen struktur. Semen portland (portland cement) merupakan salah satu material komponen struktur yang paling populer dan merupakan kebutuhan yang paling besar di bidang konstruksi, sehingga penggunaannya sebagai bahan yang berkelanjutan menjadi tujuan penting pada saat ini.
Keberadaan kegiatan produksi semen pada suatu daerah selain memberikan banyak manfaat terutama di bidang konstruksi, juga menjadi ancaman ekologis yang serius. Hal ini dapat dilihat mulai dari proses pengambilan bahan baku (eksplorasi terus-menerus), proses produksi serta dampak polusi yang ditimbulkan. Batu kapur sebagai bahan baku pembuatan semen portland merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan jika pengambilannya dilakukan secara terus-menerus maka keberadaan bahan baku tersebut akan habis. Selain itu dampak yang terjadi adalah terus meningkatnya pemanasan global. Menurut International Energy Authority: World Energy Outlook, produksi semen portland adalah penyumbang karbon dioksida sebesar tujuh persen dari keseluruhan karbon dioksida yang dihasilkan oleh berbagai sumber, hal ini terjadi karena dari satu ton semen portland yang diproduksi menghasilkan satu ton karbon dioksida. Oleh karena itu, perlu dipikirkan dan dikaji bahan baku alternatif agar produksi semen di masa mendatang masih tetap ada dan proses produksinya lebih ramah lingkungan.
Ekosemen adalah salah satu jenis produk semen yang hampir sama dengan semen portland dan karena bahan bakunya menggunakan bahan berbasis limbah serta ramah lingkungan maka disebut ekosemen. Beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan baku batu kapur yang berbasis limbah dan ramah lingkungan antara lain : abu terbang batu bara (fly ash), abu hasil kalsinasi sampah dan abu sisa pengolahan kayu (Susanti, 2009). Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa limbah makanan laut seperti kulit udang (chitosan) dan kulit kerang dapat dijadikan sebagai pengganti batu kapur.
Kerang laut (Anadara grandis) adalah salah satu dari jenis kerang yang banyak ditemukan di perairan Indonesia. Kerang ini banyak dikonsumsi masyarakat karena banyak mengandung protein. Jumlah kerang yang cukup berlimpah akan sebanding dengan jumlah limbah kulitnya yang selama ini sebagian besar hanya dibuang dan sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bahan baku pembuatan kosmetik, dan kerajinan tradisional. Limbah kulit kerang mengandung senyawa kimia yang bersifat pozzolan yaitu zat kapur (CaO) sebesar 66,70%, alumina, dan senyawa silika (Siregar, 2009), sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif bahan baku utama atau bahan subtitusi pembuatan semen. Dengan demikian optimalisasi pemanfaatan limbah kulit kerang ini diharapkan dapat mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan dapat memberi nilai tambah terhadap limbah kulit kerang tersebut. Penelitian ini akan mengkaji pemanfaatan limbah kulit kerang sebagai bahan baku untuk pembuatan ekosemen.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Sejarah Semen
Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton
Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.
Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris. Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan.
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru. Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat besi. Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak.
2.2 Pengertian Semen
Semen berasal dari bahasa latin “caementum” yang berarti perekat. Semen adalah hydraulic binder atau perekat hidrolik yang artinya senyawa-senyawa di dalam semen dapat beraksi dengan air membentuk zat baru yang dapat mengikat benda-benda padat lainnya dan membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat, serta keras (Banerjea, 1980). Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni semen non-hidrolik dan semen hidrolik.
Secara prinsip, proses yang dialami oleh bahan semen sehingga menjadi semen adalah proses fisika dan proses kimia. Proses Fisika berupa penggilingan, baik penggilingan bahan baku, maupun penggilingan klinker. Untuk proses kimianya adalah Pembakaran di Kiln dengan suhu + 1450 0C.
Setiap tahapan dari pembuatan semen tersebut dilakukan kendali mutu. Pengendalian mutu ini dilakukan secara realtime melalui Central Control Room (CCR) dan  pengujian kimia secara langsung di Laboratorium Proses. sehingga dari proses-proses tersebut didapatkan produk yang bermutu tinggi
Ekosemen adalah salah satu jenis produk semen yang hampir sama dengan semen portland dan karena bahan bakunya menggunakan bahan berbasis limbah serta ramah lingkungan maka disebut ekosemen. Beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan baku batu kapur yang berbasis limbah dan ramah lingkungan antara lain : abu terbang batu bara (fly ash), abu hasil kalsinasi sampah dan abu sisa pengolahan kayu. Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa limbah makanan laut seperti kulit udang (chitosan) dan kulit kerang dapat dijadikan sebagai pengganti batu kapur.
2.3 Bahan Baku Pembuatan Semen
Bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan semen adalah, Kulit Kerang, pasir silika, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang digunakan untuk memproduksi semen yaitu:
-        Kulit kerang digunakan sebanyak ± 81 %.
Kerang darah mempunyai 2 keping cangkang yang tebal dan kedua sisi sama, cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman, ukuran kerang dewasa 6 - 9 cm. Cangkang kerang jika dipanas-kan pada suhu di bawah 500  tersusun atas kalsium karbonat (CaCO3) pada phase aragonite dengan struktur kristal orthorombik. Sedangkan pada suhu di atas 500  berubah menjadi fase kalsit dengan struktur kristal heksagonal. Banyaknya kandungan mineral kalsium sebagai pembentuk tulang dan mineral (Cu, Fe, Zn, dan Si) yang berfungsi sebagai antioksidan serta proksimat dari kerang darah (Anadara granosa) dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi kimia serbuk cangkang kerang darah (Anadara granosa Linn.)
No.
Komponen
Kandungan (% berat)
1
CaCO3
98,7
2
Na
0,9
3
P
0,02
4
Mg
0,05
5
Fe, Cu, Ni, B, Zn, dan Si
0,2
Proses pembuatan CaCO3 dari kulit kerang yaitu dengan cara pertama kulit kerang dicuci terlebih dahulu kemudian dikeringkan (dijemur) kemudian dihaluskan atau dihancurkan pada impact crusher sampai ukuran 25-30 mm dipanaskan pada suhu 500-700  lalu disimpan pada preblending stockpile
-        Pasir silika digunakan sebanyak ± 9 %
Pasir silika memiliki rumus SiO2 (silikon dioksida). Pada umumnya pasir silika terdapat bersama oksida logam lainnya, semakin murni kadar SiO2 semakin putih warna pasir silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau coklat, disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi. Pasir silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%
-        Tanah liat digunakan sebanyak ± 9 %.
Rumus kimia tanah liat yang digunakan pada produksi semen SiO2Al2O3.2H2O. Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki kadar air ± 20 %, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46 %
-        Pasir besi digunakan sebanyak ± 1%.
Pasir besi memiliki rumus kimia Fe2O3 (Ferri Oksida) yang pada umumnya selalu tercampur dengan SiO2 dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Fe2O3 berfungsi sebagai penghantar panas dalam proses pembuatan terak semen. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu Fe3O2 ± 75% – 80%.
Pada penggilingan akhir digunakan gipsum sebanyak 3-5% total pembuatan semen.
-        Gypsum
Gypsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang mendominasi pada mineralnya. Gypsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Gypsum adalah salah satu dari beberapa mineral yang teruapkan. Penambahan gypsum pada pembuatan semen berfungsi sebagai pengatur waktu pengerasan semen (setting time). Untuk memproduksi semen OPC (Ordinary Portland Cemen), gypsum digunakan sekitar 3-5 % dan clinker sekitar 95-87 % dan untuk memproduksi semen PPC (Portland Pozzoland Cement) digunakan clinker sekitar 75-76%.
BAB III
DESKRIPSI PROSES
            Adapun urutan proses pembuatan ekosemen dari abu kerang darah (Andara Grandis)
1.      Persiapan bahan baku
2.      Penggilingan bahan baku
3.      Pemanasan awal, pembakaran, dan pendinginan
4.      Penggilingan clinker
3.1       Persiapan Bahan Baku
Bahan baku pembuatan semen terdiri dari:
-        Batu kapur (Limestone) dari abu cangkang kulit kerang(Andara Grandis)
-        Tanah liat (Siltstone)
-        Tanah Alumina (Shale)
-        Pasir besi (Iron sand)
-        Gypsum
-        Pozzoland untuk semen PPC
3.1.1        Proses Pembuatan CaCo3 Dari Abu Cangkang Kerang (Andara Grandis).
-        Pencucian cangkang kerang (Andara Grandis).
-        Pengeringan cangkang kerang (Andara Grandis).
-        Penghancuran cangkang kerang  kemudian dibakar dengan suhu 7000C,sehingga diperoleh CaCO3 dan MgO dalam bentuk abu.
3.1.2    PengambilanTanah Liat (Siltstone) dan Tanah Alumina ( Shale )
Tanah liat (siltstone) digunakan sebagai sumber silika (SiO2), sedangkan tanah alumina (shalestone) sebagai sumber alumina (Al2O3). sistem penambangan tanah liat dan tanah alumina lebih lunak. Tahap kerja yang dilakukan untuk penambangan dan pengambilan siltstone adalah sebagai berikut:
1.      Pengerukan
2.      Pengangkutan
3.      Penghancuran (Crushing)
          Pengerukan dan pendorongan dilakukan oleh bulldozer dan di masukkan ke dalam dump truck dengan menggunakan excavator di atas bukit, selanjutnya bahan diangkut dengan dump truck menuju ke feed hopper untuk dihancurkan dengan menggunakan primary siltstone/shalestone crusher jenis roller press Crusher untuk dihancurkan. Pada Primary siltstone/shalestone Crusher masih berukuran besar, sehingga material perlu dimasukkan lagi ke dalam secondary siltstone/sahlestone crusher. Hasil penghancuran berkisar 5 - 10 mm kemudian diangkut dengan belt conveyor menuju stockpile tertutup agar tidak bercampur dengan air.
3.1.3       Pengambilan Pasir Besi (iron sand)
            Bahan tambahan (additive) yaitu pasir besi (iron sand) dipakai sebagai sumber ferrit (Fe2O3), karena umumnya ferrit sangat kurang dalam tanah liat. Pasir besi berbentuk butiran dengan diameter rata-rata 1 mm, sehingga tidak perlu lagi dihancurkan. Pasir besi diambil dari Lampanah, Aceh Besar yang diangkut dengan menggunakan dump truck ke tempat penampungan (iron sand stockpile).
Gambar 3.3. Tempat Penimbunan Sementara Iron Sand
Dari tempat penimbunan, pasir besi diangkut dengan dump truck ke feed hopper additive, kemudian dipindahkan dengan menggunakan belt conveyor ke additive hopper. Dibawah additive hopper terdapat weight feeder untuk mengatur berat pasir besi yang diumpankan bersama limestone dan siltstone dengan perbandingan tertentu ke unit  raw mill.
3.1.4        Gypsum
Gypsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang mendominasi pada mineralnya. Gypsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Gypsum adalah salah satu dari beberapa mineral yang teruapkan. Penambahan gypsum pada pembuatan semen berfungsi sebagai pengatur waktu pengerasan semen (setting time). Untuk memproduksi semen OPC (Ordinary Portland Cemen), gypsum digunakan sekitar 3-5 % dan clinker sekitar 95-87 % dan untuk memproduksi semen PPC (Portland Pozzoland Cement) digunakan clinker sekitar 75-76%.
3.1.5    Pozzolan
Pozzolan dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok sesuai dengan sumbernya yaitu, pozzolan alam (natural pozzalanas) dan pozzalan buatan (artificial pozzolanas). Pozzolan alam merupakan hasil proses vulkanisasi gunung berapi yang terbentuk dari campuran senyawa oksida silika dan alumina dimana partikel-partikelnya berbentuk Kristal dan glassy, misalnya abu vulkanis dan tanah diatome. Sedangkan pozzolan buatan umumnya diperoleh dari hasil sisa pembakaran batu bara dan dapat juga diperoleh dari proses pembakaran batuan-batuan silika atau alumina. Secara kimia, pozzolan alam dan pozzolan buatan adalah relatif sama dimana kandungan utamanya juga oksida silika dan alumina.Pada pembuatan ekosemen pozzolan alam digunakan  karena bahan bakunya mudah diperoleh serta biayanya lebih murah.
3.2 Penggilingan Bahan Baku ( Unit Raw Mill )
            Peralatan utama untuk penghalusan bahan baku (raw material) adalah raw mill. Raw mill yang di gunakan pada ekosemen adalah jenis tube/horizontal mill. Raw mill merupakan selinder baja tertutup yang diputar oleh motor induksi dengan kecepatan 14,5 rpm dengan power motor 2.500 kW per motor dengan kapasitas  240 ton/jam. Raw mill memiliki diameter dalam shell 4,88 meter dan panjang shell 15,39 m, yang terdiri dari 3 ruang pengering (dryng chamber), ruang pengggiling I (grinding chamber I), dan ruang penggiling II (grinding chamber II).Perbandingan ketiga bahan baku tersebut adalah 72% limestone, 18% siltstone, 6% shale dan 4% iron sand  yang langsung diatur dari central control room ( CCR ).
Bahan baku (cangkang kerang andara grandis, siltstone, dan shale) dimasukkan ke dalam hopper yang dilengkapi weight feeder. Kedua material dikirim dengan belt conveyor ke raw mill, sedangkan pasir besi ditambahkan melalui hopper setelah melewati weight feeder dan langsung jatuh ke belt conveyor yang telah berisi kedua material diatas.
            Material yang masuk ke raw mill dikeringkan pada chamber I (dryng chamber) dengan menggunakan panas dari cyclone preheater pada temperatur 300 - 400°C, yang dialirkan dengan menggunakan fan. Setelah pengeringan  maka kadar air material dalam dryng chamber mencapai 2-5%. Material dari dryng chamber masuk ke dalam grinding chamber I yang berisi bola-bola mill berdiameter 90 mm, 80 mm, 70 mm, 60 mm  dan 50 mm dengan beratnya berturut – turut adalah 30 ton, 30 ton, 26 ton, 22 ton dan 16 ton dengan berat totalnya 124 ton, karena adanya perputaran dari raw mill, menyebabkan grinding media (ball mill) menumbuk material hingga halus. Setelah halus pada grinding chamber I maka material akan masuk pada grinding chamber II, di dalam grinding chamber II terdapat bola-bola mill yang berukuran 50 mm, 40 mm, 30 mm dan 25 mm, dengan berat bola mill berturut-turut yaitu 25 ton, 50 ton, 46 ton, dan 34 ton dengan berat total 155 ton.
            Material yang telah digiling masuk ke dalam grit separator, disini material akan dipisahkan antara yang kasar dan yang halus, sebagian material yang menjadi debu akan terkumpul di cyclone dust collector dengan bantuan fan. Material lain keluar melalui central discharge  masuk ke bucket elevator dengan bantuan air slide. Dengan menggunakan bucket elevator material dimasukkan ke dalam cyclone separator. Pada cyclone separator ini material dipisahkan dengan menggunakan sistem centrifugal, akibat putaran itu material – material  yang halus dan kasar terpisah menjadi dua bagian, material yang halus masuk ke kiri dan kanan cyclone sedangkan material yang kasar jatuh ke bawah di tengah-tengah cyclone dan dimasukkan kembali ke dalam drying chamber, grinding chamber I, dan grinding chamber II untuk dihaluskan.
            Material yang halus pada grinding chamber II dihisap dengan ke grit separator, disini dipisahkan lagi antara material yang kasar dengan debu (halus), material yang telah menjadi debu akan terkumpul di cylone dust collector dengan bantuan fan, sedangkan material yang kasar dengan bantuan air slide menuju bucket elevator dan dimasukkan ke dalam cyclone separator. Selanjutnya material yang halus (debu) yang berasal dari cylone dust collector dan dari cyclone separator dengan bantuan air slide di salurkan ke dalam dua buah screw pump, dan dengan bantuan air compressor dimasukkan ke dalam blending silo yang berjumlah 2 buah dengan kapasitas masing-masing 1.800 ton.
            Di dalam blending silo material (raw meal) diaduk hingga homogen. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan udara yang berasal dari tiga buah compressor di bawah blending silo. Proses pengadukan dilakukan selama tiga jam, pada satu jam pertama dilakukan penghembusan udara dari ketiga compressor secara bergantian masing-masing penghembusan selama 15 menit, kemudian pada dua jam terakhir digunakan seluruh compressor secara bersamaan Dengan menggunakan bucket elevator material dimasukkan  kedalam cyclone separator. Cyclone separator terdiri dari satu buah  cyclone besar dan delapan buah  cylone kecil yang terdapat di sekeliling cyclone besar. Pada cyclone separator ini, material dipisahkan dengan memakai system sentrifugasi. Akibat putaran tersebut, material–material yang halus dan kasar terpisah menjadi dua bagian. Material yang halus masuk ke kiri dan ke kanan cyclone, sedangkan material yang kasar jatuh ke bawah di tengah–tengah cyclone dan dimasukkan kembali ke grinding chamber I sebanyak  ± 35% dan selebihnya lagi ke grinding chamber II untuk dihaluskan kembali menggunakan bola–bola mill yang berdiameter 50 mm, 40 mm, 30 mm dan 25 mm dengan berat total 155 ton.
Gambar 3.4. Raw Mill
            Sistem ini disebut dengan sistem tertutup (closed circuit syste) atau  recycle system. Material halus yang berasal dari cyclone separator sebagian masuk ke tempat pengambilan sampel (sample to laboratorium). Selanjutnya material halus yang berasal dari cyclone dust collector dan dari cyclone separator  dengan menggunakan air slide disalurkan ke dalam dua buah screw pump, dan dengan menggunakan bucket elevator  dimasukkan ke dalam blending silo yang berjumlah dua buah dengan kapasitas masing–masing 1800 ton.Didalam blending silo ini, material (raw meal) diaduk hingga homogen. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan udara yang dihasilkan dari tiga buah compressor dibawah blending silo.
Proses pengadukan dilakukan selama lima jam, pada satu jam pertama dilakukan penghembusan udara dari keempat compressor secara bergantian, masing–masing 15 menit, kemudian pada empat jam terakhir digunakan tiga compressor secara bersamaan. Sebelum material dimasukkan ke dalam storage silo, terlebih dahulu di analisa kadar LSF (limestone factor) atau kadar kejenuhan kapur, SR (silica Ratio), dan AR (alumina Ratio), kadar LSF ditetapkan berkisar 100-101 dengan menggunakan persamaan:
            LSF =
            Kadar silica ratio (SR) ditetapkan berkisar 2,3-2,5% dengan menggunakan persamaan:
            SR =
            Kadar alumina ratio (AR) ditetapkan berkisar 1,6 – 2% dengan menggunakan persamaan:
            AR =            
            Rasio ini digunakan untuk mengontrol ratio C2A/C4AF di dalam clinker. Setting time dan panas hidrasi semen tergantung pada nilai ratio ini.
            Debu halus yang tidak dapat ditangkap oleh cyclone dust collector akan ditarik oleh bantuan udara dengan menggunakan fan menuju bag filter. Sedangkan sebagian gas (udara) panas yang berasal dari preheater dialirkan air cooling conditional tower. Di dalam menara tersebut dilakukan penyemprotan air sehingga debu yang terikut dengan gas panas akan terperangkap dan jatuh ke bawah, sedangkan gas (udara) panas turun suhunya sekitar 160 °C. Debu yang masih lolos bersama gas (udara) dialirkan ke bag filter. Bag filter bekerja pada suhu lebih kecil dari 120°C. udara yang masuk kedalam bag filter akan disaring dengan menggunakan cloth yang kemudian gas (udara) bersih tersebut akan dibuang ke atmosfer. Debu yang berasal dari air conditional cooling tower dan bag filter dengan menggunakan screw conveyor dialirkan ke hopper lalu dengan bantuan screw pump di masukkan ke blending silo dan sebagian lagi diumpankan ke weight feeder hopper (kiln feed).
3.2  Proses Pemanasan, Pembakaran Dan Pendinginan ( Kiln )
         Pada unit Kiln, proses pembuatan semen dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1.      Proses Pemanasan awal (Preheater)
2.      Proses pembakaran (kiln)
3.      Proses Pendinginan (Cooling)
Ketiga tahap proses tersebut merupakan unit terpenting dalam proses pembuatan semen, karena pada unit akan terjadi reaksi senyawa-senyawa pembentuk clinker.
3.2.1        Proses pemanasan awal (preheater)
Preheater berguna untuk pemanasan awal raw meal sehingga pemanasan selanjutnya dalam kiln lebih mudah. Preheater adalah tempat terjadinya pertukaran gpanas antara material dengan gas panas pad kiln. Dari perjalanan material dari atas ke bawah melalui susunan preheater, material menyerap panas dari gas datangnya dari bawah yaitu dari kiln (process counter current), karena menyerap panas maka sebagian material akan terurai dan menguap, diantaranya akan melepaskan H2O dan CO2. Material yang berasal dari storage silo diumpankan ke kiln feed hopper, setelah melalui weight feeder dengan bantuan air lift dan screw conveyor, material masuk ke suspension preheater. Preheater terdiri dari 4 stage preheater yang diataur secara vertical. Pada stage I terdapat dua pasang preheater I, sedangkan pada stage ke II dan III terdapat masing-masing sepasang preheater II, sepasang preheater III dan sepasang preheater IV serta sebuah dual decarbonation furnace (DDF). Pada setiap stage dipasang preheater ganda agar pengaturan jumlah material yang masuk ke preheater lebih mudah dan pemisahan material pada setiap stage lebih baik.
Material yang berupa raw meal bersama gas panas masuk ke preheater I akibat gaya dorong dari udara panas dan gaya berat material yang masuk melalui bagian samping preheater maka material akan membentuk spiral (pusingan), dan terjadi pemisahan antara gas panas dan material. Gas panas yang keluar dari preheater I bertemperatur sekitar 300 - 400°C, sebagian dialirkan ke raw mill, coal mill dan sebagian lagi dialirkan ke cooling tower.
Selanjutnya material yang keluar dari preheater I langsung masuk ke gas duct preheater III pada temperatur sekitar 720°C - 780°C dan dialirkan ke preheater II. Dari preheater II material masuk gas duct cyclone IV bersama dengan gas panas yang bertemperatur sekitar 800°C - 875°C menuju preheater III, gas panas yang keluar melalui gas duct preheater III terus menuju ke preheater II kemudian ke Preheater I sedangkan material yang melalui bagian cyclone III masuk ke dual decarbonation furnace pada temperatur sekitar 950°C - 1000°C.
Pada preheater I yang bertemperatur sekitar 300 - 400°C terjadi pelepasan air sampai mencapai kadar air di dalam material berjumlah 0,3%. Pada cyclone II yang bertemperatur 600-630°C terjadi kalsinasi sekitar 15%. Pada cyclone III yang bertemperatur 780-805°C terjadi kalsinasi sekitar 24-25%, dan pada cyclone IV yang bertemperatur 865-880°C terjadi kalsinasi 87-88%, sedangkan kalsinasi sempurna akan 100% akan terjadi di dalam rotary kiln.
Gambar 3.5 Preheater (tampak depan dan tampak belakang)
Kalsinasi merupakan reaksi pelepasan CO2 dari bahan melalui reaksi.
            CaCO3                                      CaO + CO2      …………………… (Reaksi 3.1)
            MgCO3                                    MgO + CO2      …………………… (Reaksi 3.2)
            K2CO3               K2O + CO2     ………………….... (Reaksi 3.3)
            Na2CO3                                    Na2O + CO2     …………………… (Reaksi 3.4)
3.2.2        Proses Pembakaran (kiln)
            Material yang telah mengalami kalsinasi sebesar 80-90% masuk ke dalam rotary kiln secara perlahan-lahan untuk untuk dilakukan pembakaran sehingga menyempurnakan reaksi kalsinasi dan pembentukan clinker. Pembakaran material di dalam rotary kiln sampai mencapar temperatur 1450°C. Rotary kiln merupakan slinder bundar dengan diameter 4,4 m dengan panjang 68 m. diletakkan pada bidang horizontal dengan kemiringan 5 ° dan kecepatan putaran maksimum 3 rpm. Rotary kiln dilapisi dengan batu tahan api (fire brick) yang ketebalannya 0,2 m dan berfungsi untuk menjaga ketahanan film shell dan mengurangi kehilangan panas selama terjadinya pembakaran.
Gambar 3.6 Unit Kiln
Batu tahan api ini terdiri dari berbagai jenis yang letaknya tergantung pada temperatur, kondisi kimia, dan sifat – sifat fisik bahan yang melalui dinding bagian dalam kiln. Secara garis besar, proses pembakaran di dalam kiln terdiri dari tiga derah zone, yaitu:
1.      Daerah kalsinasi (calsinacing zone 820 - 900°C)
Kalsinasi akan sempurna di dalam kiln dengan naiknya suhu sehingga dapat menguraikan CO2.
2.      Daerah pembentukan clinker (Sintering Zone 900 - 1400°C)
Pada daerah ini terjadi pembentukan senyawa- senyawa: C2S, C3S, C4AF dan C3A.
3.      Daerah pendinginan (cooling zone 1400-110°C)
Daerah pendinginan terletak di ujung keluar material kiln. Di daerah ini material mengalami pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder dari cooler yang masuk ke kiln.
Reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker di dalam rotary kiln sebagai berikut:
1.      Kalsinasi dari CaCO3 dan MgCO3 atau pelepasan carbon dioxide (CO2) dari bahan baku yang terjadi pada temperatur 450 - 900°C
            CaCO3                                       CaO + CO2
            MgCO3                                    MgO + CO2
2.      Pembentukan dicalsium silicate (C2S) yang terjadi pada temperatur 900-1400°C
2CaO +SiO2                             2CaO.SiO2
Reaksi berlangsung sampai SiO2 habis
3.      Pembentukan tricalsium aluminat (C3A) dan tetracalsium aluminate ferrite (C4AF) yang terjadi pada temperatur 1100 - 1338°C.
-         Pembentukan C3A
3CaO  +  Al2O3                           3CaO. Al2O3
-         Pembentukan C4AF
4CaO  + Al2O3 + FeCO3                             4CaO.Al2O3.Fe2O3
4.      Pembentukan tricalsium silicate (C3S) dan pengurangan kadar calcium monoksida (CaO) bebas yang terjadi pada temperatur 1420 - 1450°C.
Reaksinya yaitu:
2CaO.SiO2 + CaO + SiO2                               3CaO.SiO2
Bahan bakar yang digunakan untuk proses pembakaran dalam kiln dan calciner (dual decarbonation Furnace (DDF)) adalah batu bara (coal) dan minyak solar (diesel oil). Minyak solar digunakan pada saat pembakaran awal dan untuk selanjutnya digunakan bahan bakar batu bara, bahan bakar batu bara sebelum dimasukkan ke DDF dan kiln terlebih dahulu digiling di dalam coal mill.
Kebutuhan oksigen untuk pembakaran minyak dan batu bara ini berasal dari primary air fan dan cooling fan, batu bara di giling di dalam coal mill sampai pada kehalusan tertentu. Batu bara ini dikeringkan dengan udara panas sisa pembakaran dari kiln yang dialirkan pada preheater dengan temperatur 400°C. pada aliran udara panas terdapat aliran udara masuk dan aliran udara keluar serta aliran udara recycle. Hal ini bertujuan menjaga temperatur udara panas yang masuk ke coal mill.
3.1.3     Proses Pendinginan ( cooler )
Setelah mengalami pembakaran dalam kiln, material yang berbentuk lahar panas masuk ke grate cooler dan didinginkan secara tiba- tiba dengan menggunakan udara pendingin yang dihembuskan dari enam buah fan. Akhirnya material akan berbentuk bulatan–bulatan keras yang disebut terak ( clinker ). Udara hasil pendinginan clinker dipisahkan ke dalam tiga bagian yaitu:
·        Ke kiln untuk pembakaran bahan bakar yang disebut dengan secondary air duck.
·        Dialirkan melalui tertier air duck  menuju preheater. Dari preheater udara panas dilewatkan ke raw mill untuk pengeringan bahan baku. Serta ke cooling tower. Dibuang ke atmosfer melalui cerobong asap ( chimney ), setelah disaring dengan bag filter sebanyak delapan set
( enam belas buah ).
Tujuan dilakukan pendinginan adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan pada perlatan angkut akibat tingginya temperatur. Setelah mengalami pendinginan, clinker yang berukuran besar dihancurkan dengan menggunakan breaker (hammer chrusher). Clinker yang telah hancur diangkut dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator di masukkan ke clinker silo yang berkapasitas 30.000 ton.
Pada kondisi operasi tertentu rotary kiln yang tidak normal akan mengakibatkan clinker kurang sempurna dalam pembakaran sehingga menghasilkan clinker dalam kualitas rendah, dan ini harus dipisahkan dari clinker yang berkualitas baik. Clinker yang berkualitas baik ditempatkan dalam clinker silo, sedangkan clinker yang berkualitas rendah ditempatkan dalam low burn silo yang berkapasitas 2000 ton, cinker ini nantinya digunakan sebagai campuran dengan clinker yang berkualitas baik. Selanjutnya clinker diangkut dengan menggunakan belt conveyor ke unit pengggilingan cement mill.
Sisa udara hasil dari pendinginan clinker ada yang dimanfaatkan untuk pemanasan pada preheater dan sebagian lagi udaranya mengandung debu. Udara tersebut disaring dengan menggunakan bag filter dan udara bersih dilepaskan ke udara dengan menggunakan cerobong asap. Debu- ebu yang terperangkap di bag filter dengan menggunakan chain conveyor dan bucket elevator dimasukkan ke dalam clinker silo.
 3.4      Proses Penggilingan Clinker ( Unit Cement Mill ).
Proses akhir pembuatan semen adalah penggilingan clinker yang dicampur dengan gypsum. Clinker yang berasal dari clinker silo diangkut dengan belt conveyor untuk diumpankan ke unit cement mill. Cement mill  berjumlah dua buah yang bekerja dengan system tertutup (close circuit recile).
Cement mill merupakan silinder baja tertutup dengan panjang shale 12.53 m, yang masing–masing diputar oleh satu motor induksi dengan kecepatan 16.4 rpm. Power motor induksi yang dihasilkan cement mill adalah 3000 kW per motor. Cement mill mempunyai dua ruangan, tetapi tidak mempunyai ruang pengering (drying chamber), dan di lengkapi roller press untuk membantu penggilingan.
Gambar 3.7. Unit Cement Mill
Roller press berfungsi untuk menghancurkan clinker sehingga ukurannya menjadi 2-5 mm. hal ini dilakukan untuk membuat cement mill tidak bekerja terlalu keras dalam proses penggilingan clinker.
            Clinker yang berasal dari roller crusher yang berasal dari clinker silo diangkut dengan chain conveyor diumpankan ke unit cement mill. Unit ini mempunyai dua buah cement mill yaitu cement mill I dan cement mill II. Cement mill merupakan slinder baja dengan panjang shell 13,65 m yang masing-masinng diputar oleh motor induksi dengan kecepatan 16,4 rpm. Power motor induksi yang dihasilkan cement mill yaitu 2900 kw per motor. di dalam cement mill memliki 2 ruang yang diisi dengan bola masing-masing dengan ukuran yang berbeda, ruang pertama diisi dengan dengan ball mill 70 -90 mm sebanyak 54 ton dan 40-60 mm dengan berat sebanyak 52 ton bertujuan untuk penggilingan kasar sedangkan ruang ke I diisi dengan ball mill yang berdiameter 20-30 mm sebanyak 92 ton yang bertujuan untuk penggilingan halus/akhir.
            Clinker, pozzolan dan gypsum yang diangkut ke unit cement mill ditempatkan dalam masing-masing hopper untuk diumpankan melalui weight feeder ke cement mill. Di dalam cement mill dibuat 2 jenis semen yaitu OPC (Ordinary Portland Cement)  dan PPC (Pozzolan Portland Cement) adapun komposisi keduanya yaitu:
Tabel 3.1 Perbandingan Komposisi semen OPC dan PPC
Komposisi
OPC
PPC
Clinker
96%
20%
Gypsum
4%
4%
Pozzolan
0%
20%
            Pada saat penggilingan material didalam cement mill ditambahkan suatau bahan kimia yang disebut grinding acid yang berfungsi sebagai:
1.      Meningkatkan efisiensi penggilingan, yaitu dengan meningkatkan produk mill, meningkatkan kehalusan (blaine), menurunkan power comsumption, dan biaya penggilingan.
2.      Meningkatkan work ability (flow) dari mortar dan concentrate
3.      Meningkatkan kuat tekan semen
4.      Mengurangi biaya produksi semen, karena penurunan biaya penggilingan dan peluang penambahan bahan pengganti klinker, baik yang bersifat reaktif, seperti pozzoland, blast furnace, dan fly ash maupun bahan yang tidak reaktif seperti limestone.
 Material yang halus yang telah menjadi semen dipisahkan dengan menggunakan separator yang dibawa melalui bucket elevator, semen yang masih yang kasar akan dikembalikan lagi ke dalam cement mill sedangkan yang halus akan dilewatkan  melaui bag filter dan dengan bantuan air slide dan bucket elevator cement dibawa ke penyimpanan semen (cement silo).
3.5       Pengantongan dan Pengapalan
            Semen dari cement silo dengan bantuan chain conveyor, bucket elevator dan air slide dibawa ke unit pengepakan (packing plant). Pengeluaran semen dari cement silo dilakukan dengan dengan cara pengontrolan valve pada unit aerasi, yaitu sistem pengeluaran dengan menggunakan hembusan udara yang berasal dari roots blower. Hembusan udara dilakukan dari bawah cement silo, hal ini untuk mempermudah pengeluaran semen.
            Pada packing plant, semen mula-mula dimasukkan ke distribution hopper kemudain diteruskan ke chute, chute ini mempunyai katup (valve) yang berguna untuk mengatur aliran semen masuk ke cement packer. Pengantongan semen diisi melaui spout yang berjumlah 8 buah yang terdapat pada cement pucker. Jumlah semen yang memasuki kantong dapat diatur secara otomatis sesuai dengan kebutuhan. Semen yang telah siap dikantongkan dalam kemasan 40 kg perkantong dapat dikirim ke truck dengan mengunakan belt conveyor.
Gambar 3.8 Mesin Packer
            Untuk semen curah, semen dikirim ke pelabuhan dengan menggunakan pneumatic conveyor. di pelabuhan semen ditampung dalam 2 buah hopper, kemudian dengan bantuan air slide dimasukkan ke kapal. Semen yang dipasarkan di daerah aceh dilakukan packing di lhoknga dan di lhokseumawe, sedangkan untuk pemasaran diluar aceh dilakukan pengantongan di belawan, medan dan batam atau negara pemakai.
BAB iV
PENUTUP
5.1       Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang diperoleh, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1.      Penggunaan abu cangkang  kerang (Andara Grandis) dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan seperti penambangan serta emisi gas buang pada pembakaran clinker
2.      Dari sisi ekonomi penggunaan cangkang kerang sebagai pengganti batu kapur dinilai lebih murah dan mudah diperoleh.
5.2       Saran
Untuk menjaga lingkungan dan pengurangan emisi gas buang pada pembakaran clinker maka ada baiknya apabila bahan bakar yang digunakan sebagai penghasil energi panas merupakan bahan bakar yang berasal dari biomassa.Rice Husk merupakan bahan bakar yang berasal dari biomassa,sehingga rice husk sangat cocok digunakan  sebagai bahan tambahan untuk pembakaran clinker. Selain menghemat pengeluaran pabrik untuk bahan bakar, rice husk memiliki nilai ekonomis yang cukup terjangkau dan mudah didapatkan disekitar area pabrik.